Jakarta, CNN Indonesia —
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntut majelis hakim Lembaga Peradilan Tindak Pidana Penyuapan (Tipikor) pada Lembaga Peradilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman lima tahun penjara terhadap Marketing PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Fandy Lingga.
Menurut jaksa, adik dari pendiri Sriwijaya Air Hendry Lie itu Sudah terbukti bersalah dalam tindak pidana Penyuapan pengelolaan tata niaga Barang Dagangan timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT TimahTbk 2015-2022.
Sidang dengan agenda pembacaan tuntutan dilakukan secara daring, karena Fandy Di waktu ini sedang menderita sakit dan berstatus tahanan kota.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Fandy Lingga dengan pidana penjara selama 5 tahun,” ujar jaksa saat membacakan amar tuntutan di Lembaga Peradilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/8).
Jaksa Bahkan menuntut Supaya bisa Fandy dihukum membayar denda sebesar Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Jaksa menyebut terdakwa Sudah terbukti terlibat dalam tindak pidana Penyuapan yang merugikan negara Rp300,003 triliun.
Hal itu sebagaimana Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Penyuapan juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Perbuatan tersebut dilakukan bersama terdakwa dan terpidana lain. Di antaranya Hendry Lie, Perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT) Harvey Moeis, Sampai saat ini Pemilik PT Quantum Skyline Exchange Helena Lim.
Kemudian bersama-sama mantan Direktur Jenderal Kementerian ESDM Bambang Gatot Aryono yang Menyediakan persetujuan atau revisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT Timah. Bertolak belakang dengan, persetujuannya diberikan tanpa studi kelayakan yang memadai pada 2019.
Jaksa menuturkan Fandy terlibat dalam pertemuan dengan mantan Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Alwin Albar selaku Direktur Operasi PT Timah. Pertemuan itu membahas soal permintaan jajaran PT Timah atas bijih timah sebesar 5 persen.
Fandy bersama pihak smelter swasta lainnya turut membahas pelaksanaan perjanjian kerja sama sewa peralatan processing penglogaman. Padahal, dalam kerja sama itu pihak smelter swasta tidak memiliki competent person (CP).
Fandy disebut Bahkan menyetujui pembuatan dua perusahaan cangkang atau boneka. Kemudian kedua perusahaan boneka itu dibuatkan Surat Perintah Kerja (SPK) oleh PT Timah yang digunakan sebagai tempat pembayaran bijih timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Ditambah lagi dengan, kedua perusahaan boneka Bahkan membeli atau mengumpulkan bijih timah dari para penambang ilegal dari wilayah IUP PT Timah. Bijih timahnya dijual kepada PT Timah Tbk sebagai tindak lanjut pelaksanaan kerja sama sewa peralatan processing penglogaman.
Melalui PT TIN, Fandy menerima pembayaran dari PT Timah atas pengumpulan bijih timah dari penambang ilegal. Bahkan menerima pembayaran kerja sama sewa processing pelogaman yang diketahui terjadi kemahalan harga.
(ryn/kid)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA