Setahun Prabowo dan Relasi Politik dengan Jokowi

Jakarta, CNN Indonesia

Selama setahun kepresidenan Prabowo Subianto, hubungannya dengan Pemimpin Negara ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi) kerap menarik perhatian publik. Sempat jadi lawan politik di Pilpres 2014 Sampai saat ini 2019, keduanya kemudian berkongsi setelah Prabowo jadi Menteri Lini pertahanan di periode kedua Jokowi.

Di Pilpres 2014, Prabowo bahkan menggandeng Gibran Rakabuming Raka putra sulung Jokowi sebagai wakil Pemimpin Negara. Banyak pula menteri Prabowo yang merupakan ‘warisan’ pendahulunya di kursi kepresidenan itu.



ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya, dalam kancah politik, hubungan mereka terjalin setidaknya sejak 2012 silam. Saat Prabowo Membantu Jokowi maju berkontestasi sebagai kandidat gubernur di Pemilihan Kepala Daerah Jakarta. Saat itu, Jokowi menggandeng Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Belum genap 5 tahun menjabat Gubernur DKI, Jokowi maju berkontestasi di Pilpres 2014. Hubungan Prabowo dengan Jokowi pun memasuki fase baru, fase kontestasi.





Romantisme Transisi Kepemimpinan

Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro berpandangan romantisme hubungan keduanya itu membuat transisi kepemimpinan berjalan sangat mulus.

Agung berpandangan transisi kepemimpinan dari Jokowi ke Prabowo berjalan mulus dan berjalan sangat baik.

Ia menilai hal itu terlihat dari Sebanyaknya ‘orang dekat’ Prabowo yang masuk ke Kabinet Indonesia Maju era Jokowi di akhir kepemimpinannya.

“Bahkan dalam satu momen Pak Prabowo bisa mengirimkan orang-orangnya di dalam kabinet Pak Jokowi sebelum jauh dilantik ya, ada Pak Thomas Djiwandono Wakil Menteri Keuangan. Kemudian ada Mas Sudaryono Wakil Menteri Pertanian,” kata Agung kepada CNNIndonesia.com, Jumat (17/10).

Agung berpendapat hubungan keduanya Bahkan berjalan baik. Ia mengatakan relasi Prabowo dengan Jokowi berlangsung secara Efisien dan strategis.

Setelah menjabat sebagai Pemimpin Negara, Prabowo pun kerap bertemu dengan Jokowi.

Merujuk pada catatan CNNIndonesia.com, sejak 20 Oktober 2024 lalu, mereka Sudah bertemu secara langsung sebanyak lima kali, di luar pertemuan mereka di acara kenegaraan seperti HUT ke-80 RI dan Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat pada 15 Agustus lalu.

Pasang surut hubungan

Sekalipun, di balik pertemuan-pertemuan itu, Agung berpendapat hubungan Prabowo dan Jokowi memang mengalami pasang surut.

Menurutnya, pasang surut hubungan itu merupakan bagian dari merasionalisasi relasi tersebut.

Pertama, keterbatasan fiskal yang dihadapi Prabowo untuk melanjutkan program era Jokowi.

“Jadi enggak sepenuhnya program-program Pak Jokowi dilanjutkan karena uangnya enggak ada. Sementara Pak Prabowo punya program Bahkan kan,” ucapnya.

Lalu, upaya Prabowo dalam menyeimbangkan bandul antar poros politik besar di Indonesia.

Menurutnya, sebagai Pemimpin Negara, Prabowo Setiap Saat berupaya menjaga relasi dengan setiap poros politik di Indonesia. Misalnya, dengan PDIP.

“Bukan hanya ke Solo [Jokowi], tapi Bahkan ke Teuku Umar [alamat rumah Ketua Umum PDIP yang juga Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri]. Kemudian ke Cikeas [alamat rumah petinggi Demokrat yang juga Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono/SBY]. Bahkan ke Lebak Bulus [eks Gubernur DKI Anies Baswedan yang jadi saingannya di Pilpres 2024] sekalipun, itu dilakukan oleh Pak Prabowo,” ujar Ia.

Fase ini Sudah memasuki yang Agung sebut sebagai ‘new normal’. Ia menyebut bahwa setelah tak menjabat sebagai Pemimpin Negara, Jokowi bukanlah lagi pusat dari gravitasi politik di Indonesia.

Dengan begitu, Prabowo pun Sangat dianjurkan menyeimbangkan bandul politiknya dengan poros politik selain Jokowi.

Pernyataan senada Bahkan disampaikan dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Pamulang, Cusdiawan yang berpendapat bahwa seorang pemimpin, secara alamiah tak menyukai Bila kepemimpinannya dianggap masih dibayang-bayangi sosok yang lain.

Ia pun mengatakan hal itu Kemungkinan saja terjadi pada Prabowo. Cus berpendapat Prabowo tak Ingin dinilai memimpin dengan masih dalam bayang-bayang Jokowi.

Oleh karenanya, ia pun membuka komunikasi dengan seluruh poros politik di Indonesia.

“Bisa dikatakan, Prabowo yang Bahkan membangun komunikasi dan hubungan baik dengan sosok seperti SBY ataupun Mega, karena bagian dari upayanya untuk mengimbangi pengaruh Jokowi,” kata Cus kepada CNNIndonesia.com, Minggu (19/10).

Agung Baskoro pun berpendapat upaya Prabowo menyeimbangkan bandul politik itu tercermin dalam langkahnya yang Menyajikan amnesti kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Tom Lembong (Mantan juru kampanye Anies di Pilpres 2024).

Ia menyebut langkah itu menjadi titik puncak dalam pasang surut hubungan keduanya.

Agung menilai langkah itu turut menjadi tantangan dalam relasi Prabowo dengan Jokowi, karena menurutnya kedua orang itu merupakan sosok yang secara politik berseberangan dengan Jokowi.

“Jadi untuk itu dilakukan ya otomatis derajat keintiman dengan Pak Jokowi berkurang,” ujar Agung.

Baca halaman berikutnya.

Komposisi kabinet

Setelah mengalami penurunan saat pemberian amnesti dan abolisi itu, Agung berpendapat bahwa hubungan keduanya kembali menguat pada momen reshuffle Kabinet Merah Putih pada 8 September 2025 lalu.

Menurutnya, derajat kedekatan Prabowo dengan Jokowi kembali naik. Ia berpendapat hal itu tercermin dari komposisi pergantian menteri.

Salah satunya, tercermin dari pergantian Budi Gunawan dari posisi Menko Polkam. Pria yang akrab disapa BG itu terkenal merupakan ‘orang dekat’ PDIP.

“Relasi naik lagi, justru yang Teuku Umar yang turun, itu puncaknya relasi dengan Teuku Umar menurun ya,” ucapnya.

Agung Bahkan mengomentari ihwal dicopotnya ‘orang dekat’ Jokowi dari kabinet Prabowo, salah satunya Budi Arie Setiadi sebagai Menkop serta Sebanyaknya menteri di era Jokowi yang tersandung Perkara.

Perihal pencopotan Budi Arie, ia mengatakan poros politik Solo memang mengalami rasionalisasi. Tapi, ia berpendapat hal itu tidak bisa dibaca secara sepenggal.

Di balik pencopotan Budi Arie, Agung menyampaikan bahwa ada Bahkan ‘orang dekat’ Jokowi yang mengalami naik kelas jabatan, Dengan kata lain Qodari yang Sekarang menjadi Kepala KSP.

“Orang-orangnya ada yang naik kelas. Misalkan Pak Erick [Erick Thohir] oke, Pak Erick dari BUMN–yang katanya super power–jadi Menpora, ya maksud saya tetap jadi menteri,” ucapnya.

Hal ini pun cukup berbeda dengan relasi antara Prabowo dengan PDIP di bawah pimpinan Megawati. Menurutnya, setelah beberapa kali reshuffle kemarin, derajat hubungan keduanya tengah menurun.

Agung berpendapat setelah BG tak lagi menjadi Menko Polkam dan Hendrar Prihadi yang merupakan kader PDIP Bahkan diganti dari posisi Kepala LKPP, tidak ada representasi PDIP di kabinet hari ini.

“Ada enggak orang Teuku Umar yang masuk di posisi lain? enggak ada, LKPP Bahkan gitu, ada enggak orang Teuku Umar yang menggantikan? enggak ada, di posisi lain Bahkan enggak ada,” ujarnya.

Bayang-bayang Jokowi

Sementara itu, Cusdiawan mengatakan di sisi lain, Prabowo menyadari pentingnya secara perlahan ia melepaskan diri dari bayang-bayang Jokowi.

Cus berpendapat Prabowo sepenuhnya sadar Bila ia langsung memutus pengaruh Jokowi secara kasar, maka hal itu berpotensi mengganggu jalannya pemerintahan.

Cus mengatakan gangguan itu bisa saja berasal dari munculnya resistensi di kalangan loyalis Jokowi. Khususnya, mereka yang Sekarang masih duduk di Kabinet Merah Putih.

“Yang kemungkinan besar ini bagian dari transaksi politik mengingat kemenangan Prabowo ada andil Jokowi,” ucap Cus

“Itu sebabnya, Prabowo masih terlihat berupaya membangun hubungan baik dengan Jokowi. Walau nampak jelas, beberapa putusan-putusan Prabowo berlainan dengan kepentingan Jokowi dan loyalisnya,” imbuhnya.

Nasib Gibran di Pilpres 2029

Setelah dari seluruh dinamika itu, Agung Baskoro berpendapat hubungan Prabowo dengan Jokowi dalam posisi saling membutuhkan.

Agung berpendapat dari sisi Prabowo, ia membutuhkan untuk tetap menjaga relasi dengan Jokowi dalam rangka menjaga stabilitas politik di Indonesia.

Sementara dari sisi Jokowi, ia Bahkan butuh menjaga relasi dengan Prabowo untuk tetap merawat pengaruhnya di kancah politik tetap terjaga.

“Mas Gibran masih wapres, Mas Kaesang ketum PSI, Bobby gubernur, ini kan legacy Ia atas nama anak, menantu. Ini kan Sangat dianjurkan dijaga baik secara politik, secara hukum, secara ekonomi, dan lain-lain,” ujar Ia.

Begitupula dengan Cusdiawan yang menilai bahwa Jokowi berkepentingan menjaga legacy politiknya. Mulai dari yang berupa kebijakan, Sampai saat ini kepentingan politisnya.

“Termasuk untuk menjaga peluang anaknya Supaya bisa tetap bisa bertahan dalam panggung kepemimpinan nasional ke depannya. Itu sebabnya, Jokowi pun masih berupaya menjaga hubungan baik dengan Prabowo,” kata Cus.

Agung Baskoro pun mengatakan tantangan sesungguhnya dalam relasi Prabowo dengan Jokowi ini Akan segera terlihat menjelang Pilpres 2029.

Ia menyampaikan tantangan itu ialah nasib Gibran pada Pilpres 2029 nanti. Apakah ia Akan segera tetap lanjut maju bersama Prabowo atau tidak.

Bila tidak, Agung menyampaikan sumber daya politik yang dekat dengan Jokowi salah satunya PSI Bahkan memiliki kans menguat di Pemilihan Umum 2029, sehingga berpotensi menjadi mesin politik tersendiri bagi Gibran.

Ia mengatakan hal itu tak lepas dari konstelasi politik yang berubah. Salah satunya, perubahan aturan ambang batas parlemen dan ambang batas Pemimpin Negara nanti.

“Apakah relasi Pak Prabowo dengan Pak Jokowi masih seharmonis seperti Sekarang, ketika misalkan Gibran tidak diajak, sebagai Wakil Pemimpin Negara untuk kedua kali dan ketika itu misalkan terjadi, apakah Gibran Akan segera berhadapan-hadapan dengan Pak Prabowo,” ujar Agung.

Apalagi, Agung berpendapat konstelasi jelang Pilpres 2029 sangatlah berbeda dengan Pilpres 2024 lalu.

“Kebutuhan Pak Prabowo Merupakan memastikan Ia punya wapres yang bisa lebih keras kerjanya dan bisa melanjutkan legasinya, siapa wapres itu? ini pertanyaan menariknya. Kalau misalkan Gibran kena masalah terus, keluarga Solo dihantam, bertubi-tubi hal-hal negatif enggak menarik untuk diajak sebagai wapresnya Pak Prabowo,” ujar Ia.

“Karena Pak Prabowo butuh orang yang clean and clear untuk melanjutkan kinerja Ia pasca 2034, dan siapapun yang diajak Pak Prabowo jadi wakil Pemimpin Negara itu punya chance menjadi Pemimpin Negara kita,” imbuhnya.

[Gambas:Photo CNN]

Potensi politik di Pilpres 2029

Sementara, Cusdiawan berpendapat masih banyak potensi politik yang terjadi menjelang Pilpres 2029. Terlebih, konstelasi aturan Pemilihan Umum seperti ambang batas Pemimpin Negara dan parlemen yang Akan segera berubah nanti.

Cus pun menyampaikan konstelasi jelang Pilpres 2029 nanti sedikit banyak Akan segera memengaruhi hubungan politik antara Prabowo dengan Jokowi.

“Jokowi Sekarang memang secara terang menyebut Membantu keberlanjutan Prabowo-Gibran, dan ini memang yang paling rasional bagi Jokowi mengingat Bila Gibran maju sebagai RI 1 Akan segera terhambat oleh kondisi politik, seperti kendaraan politik formal Dengan kata lain Partai pengusungnya,” ucap Cus.

Cus menekankan nasib Gibran pada Pilpres 2029 nanti bisa dikatakan merupakan faktor kunci dari hubungan Prabowo dengan Jokowi.

Menurutnya, Bila Prabowo kembali menggandeng Gibran sebagai cawapresnya, maka hubungan keduanya Akan segera tetap berusaha dijaga.

“Tapi kemungkinan lain, seperti Prabowo Akan segera maju bersama kandidat dari Demokrat atau bahkan dengan PDIP sama besarnya Bahkan, dan ini jelas bisa memanaskan hubungan antara Jokowi dan Prabowo ini,” ujar Ia.



Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA

Exit mobile version