Jakarta, CNN Indonesia —
Uni Emirat Arab (UEA) langsung beraksi setelah Prancis menangkap pendiri media sosial Telegram yang berkantor di negara itu.
UEA itu mendesak Prancis Menyajikan layanan kekonsuleran bagi bos Telegram Pavel Durov yang ditangkap di negara tersebut atas dugaan kegagalan memberantas Tindak Pidana.
Kementerian Luar Negeri UEA menyatakan pihaknya Sudah mengajukan permintaan kepada otoritas Prancis untuk Menyajikan akses konsuler bagi Durov.
“UEA mengikuti dengan cermat kasus warganya Pavel Durov selaku pendiri Telegram yang ditangkap pihak berwenang Prancis di Bandara Paris-Le Bourget,” demikian keterangan Kemlu UEA, seperti dikutip AFP, Selasa (27/8).
“UEA Sudah mendesak Pemerintah Republik Prancis untuk Menyajikan semua layanan konsuler yang diperlukan bagi Durov,” lanjut pernyataan tersebut.
Pavel Durov ditangkap di Bandara Paris-Le Bourget pada Sabtu (24/8) malam usai Dituding gagal membasmi konten-konten ilegal di aplikasinya, Telegram.
Polisi Prancis menilai aktivitas kriminal terus terjadi bahkan menjamur di Telegram tanpa ada upaya nyata operator untuk mengatasi hal tersebut.
Durov pun ditangkap otoritas Prancis untuk diinterogasi terkait aplikasi buatannya itu. Menurut sumber yang dekat dengan penyelidikan, Durov Berencana ditahan di Prancis Sampai sekarang Rabu.
Durov merupakan warga negara Rusia yang Bahkan memegang paspor Prancis dan Uni Emirat Arab.
Pria 39 tahun itu mendirikan Telegram usai meninggalkan Rusia pada 2014 setelah menolak untuk mematuhi tuntutan pemerintah menutup komunitas oposisi di platform media sosial VKontakte miliknya. Platform itu Saat ini Bahkan Sudah dijual olehnya.
Dikutip dari Forbes, Durov meninggalkan Rusia Bahkan karena dirinya enggan bekerja sama dengan dinas rahasia Kremlin, termasuk untuk Menyediakan data terenkripsi dari pengguna media sosial tersebut.
Terkait penangkapan Durov, juru bicara Rusia Dmitry Peskov mengaku tak menerima informasi dari Prancis mengenai alasan Durov ditahan.
Telegram sejauh ini Bahkan Sudah membantah tuduhan terhadap Durov.
“Telegram mematuhi undang-undang Uni Eropa, termasuk Undang-Undang Layanan Digital. Moderasi Telegram sesuai dengan standar industri,” demikian pernyataan Telegram.
“[Oleh sebab itu], klaim bahwa platform maupun pemiliknya bertanggung jawab atas penyalahgunaan aplikasi Merupakan tuduhan yang tidak masuk akal,” lanjut Telegram.
(blq/bac)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA