Praktisi Hukum Kritisi Sindiran Ahmad Dhani ke Kotak Soal Hak Cipta


Jakarta, CNN Indonesia

Sebanyaknya praktisi hukum hak cipta mengkritisi ucapan Ahmad Dhani yang menyebut membawakan lagu ciptaan seseorang tanpa izin Merupakan melanggar hukum, dalam unggahan sindiran ke Kotak di media sosial pada Minggu (14/7).

Kotak diketahui membawakan Sebanyaknya lagu yang ikut ditulis oleh mantan personel mereka, Posan Tobing, dalam Pentas Musik di Cianjur, Didefinisikan sebagai Tinggalkan Saja, Masih Cinta, dan Pelan-Pelan Saja.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Membawakan lagu ciptaan seseorang tanpa izin pencipta Merupakan tindakan tidak punya etika dan melanggar hukum hak cipta,” ujar Ahmad Dhani yang didukung dengan komentar Posan Tobing lewat emoji api.

Tokoh Musik dan pengacara Kadri Mohamad menilai tuduhan melanggar hukum itu tidak relevan Bila ditujukan kepada Tokoh Musik. Menurutnya, Vokalis tetap dapat membawakan lagu ciptaan orang lain selama biaya royalti atau performing rights dipenuhi.

Ia Bahkan menegaskan pembayaran royalti itu dibebankan ke promotor atau penyelenggara, bukan Tokoh Musik yang terkait.

Kadri lantas menyatakan argumen itu sesuai dengan aturan yang tercantum dalam Undang-Undang (Perundang-Undangan) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Perundang-Undangan itu bahkan mengatur pembayaran dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

[Gambas:Instagram]

“Vokalis itu bisa tampil untuk membawa lagu di Pentas Musik atau memiliki performing rights asal Ia bayar,” ujar Kadri kepada CNNIndonesia.com, Senin (15/7).

“Cuma yang bayar itu di dalam mekanisme yang Pernah terjadi ada dan tertata, terutama setelah Perundang-Undangan Hak Cipta 2014, pembayarannya melalui LMKN. Konsep dari Perundang-Undangan Hak Cipta itu Merupakan sifatnya extended collective licensing (ESL),” lanjutnya.

Kadri menerangkan bahwa undang-undang di Indonesia mengatur bahwa pembayaran royalti dilakukan secara kolektif, bukan secara individu.

Hal itu pula yang membuat Vokalis tak Harus meminta izin langsung kepada pencipta lagu ketika Akan segera membawakan di panggung. Sebab, Trik memenuhi hak para pencipta lagu dalam konteks performing rights Merupakan dengan bayar royalti.

Sistematika pembayaran royalti itu pun Pernah terjadi diatur, Didefinisikan sebagai oleh penyelenggara atau promotor kepada berbagai LMK yang menjadi tempat para pencipta lagu bernaung.

Kadri Bahkan berharap berbagai pihak tak membuat interpretasi baru dari Perundang-Undangan Hak Cipta yang berlaku, seperti mengubah dari pembayaran lisensi secara kolektif menjadi secara langsung ke kreator atau direct licensing.

Sebab, sistem pembayaran direct licensing secara teori tidak diatur undang-undang, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum. Ia kemudian meyakini bahwa sistem baru boleh diusulkan, tetapi bukan dengan menciptakan tanpa landasan yang jelas.

“Jangan membuat interpretasi baru terhadap Perundang-Undangan yang Pernah terjadi berlangsung dari 2014 dan menjadi kelanjutan dari Perundang-Undangan sebelumnya… diubah tiba-tiba orang suruh menagih dengan sistem baru atau apalah,” ungkap Kadri.

“Sistem baru boleh, itu ide yang bagus. LMKN memang mesti di-upgrade, tapi itu isu yang lain,” lanjutnya.

Argumen itu dipertegas praktisi hukum sekaligus Chief Legal Federasi Serikat Tokoh Musik Indonesia (FESMI) Panji Prasetyo. Ia menilai pernyataan dari Ahmad Dhani dan Posan Tobing tidak relevan karena tidak tercantum di Undang-Undang.

Panji menilai Perundang-Undangan Hak Cipta yang berlaku Bahkan Sudah memberi jalan untuk kemudahan serta mencegah kriminalisasi. Di sisi lain, larangan penulis lagu kepada Vokalis dalam konteks performing rights Bahkan tidak berlaku secara hukum positif.

Ia bahkan khawatir tindakan itu dapat menjadi kontraproduktif bagi kalangan Tokoh Musik Sampai saat ini penampil. Sebab, Sampai saat ini Sekarang semakin banyak muncul Tokoh Musik yang enggan membawakan lagu tertentu karena malas berurusan dengan para penciptanya.

“Mereka Setiap Waktu memaksakan Sampai saat ini membuat orang-orang pada enggak jadi membawakan. Bukan karena enggak tahu aturan, tetapi karena malas saja. Ini kan jadinya kontraproduktif,” ujar Panji Prasetyo.

Performing rights di undang-undang Pernah terjadi jelas kok. Enggak Harus izin sepanjang [penyelenggara] bayar kepada LMKN,” lanjutnya.

CNNIndonesia.com Pernah terjadi meminta izin kepada Ahmad Dhani untuk mengutip unggahan tersebut. Sementara itu, Kotak belum Menyajikan tanggapan kepada CNNIndonesia.com terkait unggahan itu.

Tinggalkan Saja, Masih Cinta, dan Pelan-Pelan Saja merupakan Sebanyaknya lagu Kotak yang populer. Lagu tersebut Kenyataannya dibuat oleh Kotak semasa Posan masih bergabung dan Dewiq Bahkan Pay.

Lagu-lagu tersebut Bahkan sempat menjadi bahan permasalahan pada 2022 ketika Posan Tobing menuding Kotak tidak membayar royalti kepadanya terkait membawakan lagu-lagu itu di Pentas Musik.

Cella pada Oktober 2022 Menyajikan klarifikasi terkait tudingan Posan Tobing dan menjabarkan lebih detail soal komposisi penulis dalam lagu-lagu tersebut.

“Lagu Pelan-pelan Saja, Dewiq 50 persen, Pay 25 persen, sisanya 25 persen dibagi 4, masing-masing mendapatkan 6,25 persen. Lagu Setiap Waktu Cinta, Dewiq 50 persen, Pay 30 persen, sisanya 20 persen dibagi 4, masing-masing mendapatkan 5 persen,” papar Cella.

“Lagu Masih Cinta, Dewiq 50 persen, Pay 12,5 persen, Kotak 37,5 persen dibagi 4, masing-masing mendapatkan 9,38 persen,” katanya. “Lagu Tinggalkan Saja, ciptakan Kotak dan Pay, lirik saya (Cella) yang buat,”

“Tapi memang ada lagu-lagu yang diciptakan Posan sendiri, kayak Kerabat Kotak, Cinta Jangan Pergi, Kuingin Sendiri. Itu memang murni 100 persen ciptaan Posan. Tapi semenjak 2011 memutuskan keluar, kami hampir tidak pernah membawakan lagu itu kan,” tegasnya.

(frl/end)


Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA