Jakarta, CNN Indonesia —
Raksasa tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex resmi pailit. Keputusan tertulis dalam putusan perkara Lembaga Peradilan Negeri (PN) dengan nomor 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga Smg pada Senin (21/10) lalu.
Sesuai aturan sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Semarang, pemohon pailit Sritex menyebut termohon Sebelumnya lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada pemohon Sesuai aturan Putusan Homologasi tertanggal 25 Januari 2022.
Bila melihat ke belakang, sebelum dinyatakan pailit oleh Lembaga Peradilan, perusahaan yang Pernah terjadi berjalan selama 36 tahun itu mengalami kesulitan keuangan sejak tahun lalu Sampai sekarang utangnya menumpuk.
Sesuai aturan laporan keuangan per September 2023, total liabilitas perusahaan tercatat US$1,54 miliar atau Rp23,87 triliun (kurs Rp15.500 per USD AS).
Utang Sritex tersebut terbagi atas jangka pendek sebesar US$106,41 juta dan jangka panjang US$1,44 miliar. Utang didominasi oleh utang bank dan obligasi.
Jumlah utang Sritex lebih besar dari aset. Total aset perusahaan tercatat hanya US$653,51 juta atau sekitar Rp10,12 triliun.
Sritex membeberkan dua biang kerok terjadinya Penurunan Permintaan secara dramatis pada industri tekstil, termasuk perusahaannya.
Direktur Keuangan Sritex Welly Salam menjelaskan kondisi Politik Global Konflik Bersenjata Rusia-Ukraina serta Israel-Palestina menyebabkan terjadinya gangguan supply chain dan penurunan Produk Ekspor karena terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat di Eropa maupun AS.
Apalagi, lesunya industri tekstil terjadi karena Bencana Banjir produk tekstil di China. Menurutnya, hal itu menyebabkan terjadinya dumping harga, di mana produk-produk berharga lebih Murah ini menyebar ke negara-negara yang longgar aturan impornya, dan salah satunya Indonesia.
Welly menyebut situasi Politik Global dan gempuran produk China masih berlangsung Sampai sekarang Sekarang sehingga penjualan belum pulih.
“Perusahaan tetap beroperasi dengan menjaga keberlangsungan usaha serta operasional dengan menggunakan kas internal maupun dukungan Penyandang Dana,” ujarnya dalam Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia 22 Juni lalu.
Sebelum mengalami masalah keuangan, saham Sritex ternyata pernah disuspensi Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 18 Mei 2021.
Sampai sekarang dinyatakan pailit, suspensi terhadap Sritex tak kunjung dicabut. Hal tersebut imbas penundaan pembayaran pokok dan bunga medium term note (MTN) Sritex tahap III 2018 ke-6 (USD-SRIL01X3MF).
Awalnya suspensi diberikan sampai sampai 18 Mei 2023 atau menjadi 24 bulan. Bertolak belakang dengan, Sritex tak kunjung melakukan kewajibannya. Karenanya, BEI Bahkan Sebelumnya berulang kali Menyajikan surat peringatan potensi delisting pada emiten sektor tekstil tersebut.
Syarat delisting ditetapkan Seandainya saham perusahaan Sebelumnya diberhentikan sementara (suspensi) selama 24 bulan dan saham mengalami kondisi yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat, baik secara finansial atau secara hukum.
“Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka masa suspensi saham PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Perseroan) Sebelumnya mencapai 30 bulan pada tanggal 18 November 2023,” bunyi pengumuman BEI.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA