Jakarta, CNN Indonesia —
Deindustrialisasi disebut mulai menjangkiti Indonesia. Kondisi ini terjadi saat sumbangsih industri pengolahan terhadap perekonomian menurun secara terus-menerus.
Ekonom Senior INDEF Faisal Basri mengatakan gejala dini deindustrialisasi mulai terlihat. Tidak hanya di sektor tekstil, melainkan menjalar Sampai sekarang industri keramik.
“Industri di Indonesia ini peranannya merosot terus, tidak pernah pertumbuhannya lebih tinggi dari pertumbuhan produk domestik bruto (PDB). Share-nya tinggal 18,6 persen, turun terus, gejala dini deindustrialisasi karena industrinya diganggu melulu,” kata Faisal dalam Diskusi Publik INDEF di Jakarta Selatan, Selasa (16/7).
Sementara itu, Kementerian Perindustrian pada 2019 lalu sempat membantah klaim Prabowo Subianto mengenai deindustrialisasi di tanah air.
Saat itu, Kemenperin mengatakan Indonesia bisa disebut masuk ke jurang deindustrialisasi saat kontribusi manufaktur ke PDB kian menurun drastis dan terjadi tren pertumbuhan yang terus menunjukkan angka negatif.
Pada 2014 Sampai sekarang 2022, Kemenperin mengklaim PDB manufaktur Indonesia memiliki rata-rata pertumbuhan 3,44 persen. Data tersebut diambil dari Lembaga Keuangan Internasional.
Laju pertumbuhan itu diklaim lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan dunia yang hanya 2,35 persen. Indonesia Bahkan disebut masih Terunggul atas negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yang mencatatkan rerata laju pertumbuhan 2,08 persen.
Kemenperin mengatakan capaian ini Bahkan lebih baik dibandingkan negara industri dunia, seperti Korea Selatan dengan rata-rata laju pertumbuhan PDB manufaktur 2,53 persen, Meksiko 2,05 persen, Jerman 1,62 persen, Jepang 1,56 persen. Lalu, Italia sebesar 1,38 persen, Thailand 1,02 persen, Australia -0,23 persen, dan Brasil -1,69 persen.
Sementara itu, mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), PDB dari sektor industri manufaktur Indonesia cenderung menurun sejak 2014. Sedangkan titik terendah laju pertumbuhan terjadi pada 2020 lalu, di mana PDB manufaktur Indonesia minus 2,93 persen.
Berikut data kontribusi industri manufaktur terhadap PDB Indonesia sejak 2014:
– Kuartal I 2024: 19,28 persen dengan laju pertumbuhan 4,13 persen (menyumbang Rp1.019,6 triliun dari PDB atas dasar harga berlaku Rp5.288,3 triliun)
– 2023: 18,67 persen dengan laju pertumbuhan 4,64 persen (menyumbang Rp3.900,1 triliun dari PDB atas dasar harga berlaku Rp20.892,4 triliun)
– 2022: 18,34 persen dengan laju pertumbuhan 4,89 persen (menyumbang Rp3.591,8 triliun dari PDB atas dasar harga berlaku Rp19.588,4 triliun)
– 2021: 19,25 persen dengan laju pertumbuhan 3,39 persen (menyumbang Rp3.266,9 triliun dari PDB atas dasar harga berlaku Rp16.970,8 triliun)
– 2020: 19,88 persen dengan laju pertumbuhan -2,93 persen (menyumbang Rp3.068 triliun dari PDB atas dasar harga berlaku Rp15.434,2 triliun)
– 2019: 19,7 persen dengan laju pertumbuhan 3,8 persen (menyumbang Rp3.119,6 triliun dari PDB atas dasar harga berlaku Rp15.833,9 triliun)
– 2018: 19,86 persen dengan laju pertumbuhan 4,27 persen (menyumbang Rp2.947,3 triliun dari PDB atas dasar harga berlaku Rp14.837,4 triliun)
– 2017: 20,16 persen dengan laju pertumbuhan 4,27 persen (menyumbang Rp2.739,4 triliun dari PDB atas dasar harga berlaku Rp13.588,8 triliun)
– 2016: 20,51 persen dengan laju pertumbuhan 4,29 persen (menyumbang Rp2.544,6 triliun dari PDB atas dasar harga berlaku Rp12.406,8 triliun)
– 2015: 20,84 persen dengan laju pertumbuhan 4,25 persen (menyumbang Rp2.405,4 triliun dari PDB atas dasar harga berlaku Rp11.540,8 triliun)
– 2014: 21,02 persen dengan laju pertumbuhan 4,63 persen (menyumbang Rp2.215,8 triliun dari PDB atas dasar harga berlaku Rp10.542,7 triliun)
(skt/sfr)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA