Apa itu Madden-Julian Oscillation, Dalang di Balik Hujan saat Kemarau?


Jakarta, CNN Indonesia

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mewanti-wanti Madden-Julian Oscillation (MJO) Saat ini Bahkan masih aktif dan membuat hujan masih rajin datang saat musim kemarau. Simak penjelasan soal  Kejadian Fantastis atmosfer Unggul ini.

“MJO yang Pada saat ini Bahkan berada di fase 3 (Indian Ocean) dapat Menyediakan pengaruh yang signifikan terhadap musim kemarau yang Dalam proses berlangsung,” ungkap BMKG dalam Prospek Cuaca Mingguan Periode 9 Sampai saat ini 15 Juli.

“Sekalipun umumnya musim kemarau ditandai dengan cuaca kering dan minim hujan, fase MJO ini bisa mempengaruhi pola cuaca dengan Memanfaatkan kemungkinan adanya periode hujan yang lebih intens atau tidak biasa selama musim kemarau, terutama pada puncak musim kemarau.”


Untuk periode sepekan ke depan, BMKG memprakirakan potensi hujan Dalam proses Sampai saat ini lebat, termasuk akibat MJO, hadir terutama di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, minus Jawa.

Wilayah Jawa, termasuk Jakarta dan Jabar, Diprediksi hanya masuk daerah potensi dampak dari bahaya hujan lebat Kategori Waspada.

Apa sih MJO itu?

MJO, menurut Pusat Meteorologi Maritim BMKG, Merupakan “aktivitas intra-seasonal yang terjadi di wilayah tropis yang dapat dikenali berupa adanya pergerakan aktivitas konveksi yang bergerak ke arah timur dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik yang biasanya muncul setiap 30 sampai 40 hari.”

Masih bingung kan?

Mulanya, kata Badan Meteorologi Inggris Raya (Met Office), dua peneliti di American National Centre for Atmospheric Research (NCAR), Roland Madden dan Paul Julian, menggelar studi terhadap angin tropis dan pola tekanan pada 1971.

Saat itu, mereka menemukan osilasi (gerakan, goyangan) teratur di dalam angin antara Singapura dan Kepulauan Kanton di wilayah barat ke tengah khatulistiwa. Nama belakang keduanya pun resmi jadi merek Kejadian Fantastis atmosfer ini.

Aktivitas MJO diketahui dimulai pertama kali lewat hujan yang muncul di wilayah barat Samudra Hindia, yang kemudian menyebar Sampai saat ini ke timur ke wilayah dengan perairan yang lebih hangat di area Pasifik tropis.

Pola hujan tropis ini cenderung kehilangan identitasnya saat bergerak di atas perairan yang lebih dingin di sebelah timur Pasifik, sebelum muncul kembali di titik tertentu di atas Samudra Hindia.

Fase basah peningkatan konveksi (curah hujan) lalu diikuti dengan fase kering, di mana aktivitas badai petir ditekan (tidak ada hujan). Setiap siklus berlangsung kurang lebih 30-60 hari dan terdapat 8 fase.

Delapan fase tersebut antara lain:

Fase 1: Peningkatan konveksi (naiknya udara membawa uap air) berkembang di atas Samudra Hindia sebelah barat.

Fase 2-3: Peningkatan konveksi bergerak secara perlahan ke arah timur di atas Afrika, Samudra Hindia, dan beberapa area di subkontinen India.

Fase 4-5: Peningkatan konveksi mencapai benua maritim seperti Indonesia dan sebelah barat Pasifik.

Fase 6-7-8: Peningkatan konveksi bergerak lebih jauh ke timur ke arah barat Pasifik dan berakhir di tengah Pasifik untuk memulai lagi fase MJO berikutnya.

Bikin anomali

Suci Pratiwi dari Pusat Informasi Pergantian Iklim BMKG, pada makalahnya, menyebut karakteristik utama MJO Merupakan adanya wilayah peningkatan dan penurunan curah hujan yang bergerak berpasangan mengelilingi Bumi dari barat ke timur.

Ini umumnya terjadi di sepanjang Samudera Hindia Sampai saat ini Samudera Pasifik.

“Kejadian Fantastis ini sangat berdampak terhadap kondisi anomali curah hujan di wilayah yang dilaluinya,” ujar Ia.

Pada penelitian yang menggunakan data curah hujan Climate Hazards Group Infrared Precipitation with Station data (CHIRPS) ini, Suci menyebut MJO aktif memberi pengaruh berbeda terhadap kondisi curah hujan di di setiap wilayah.

Tidak seperti, ia mewanti-wanti potensi curah hujan tinggi ketika MJO memasuki periode Desember-Januari-Februari pada fase 3 dan 4. Periode Juni-Juli-Agustus, curah hujan tinggi ada di fase 6 Sampai saat ini 8.

Penelitian Hidayat dan Kizua (2010), menurut Suci, menunjukkan variabilitas curah hujan di Indonesia secara signifikan dipengaruhi oleh pergerakan fase MJO ke arah timur.

Kejadian Fantastis ini Bahkan pernah terekam berdampak pada Bencana Banjir di Jakarta, Januari 2013, lantaran memicu hujan sangat lebat di Jawa bagian barat, seperti yang terungkap pada penlitian Wu dkk (2013).


Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA