Jakarta, CNN Indonesia —
Trend Populer Aphelion, Disebut juga ketika Bumi berada di titik terjauh dari Matahari dalam satu putaran orbit, bakal terjadi pada hari ini, Jumat (5/7). Benarkah ini memicu suhu dingin?
Aphelion terjadi karena orbit Bumi tidak sepenuhnya melingkar sempurna, tetapi berbentuk elips. Jarak Bumi dan Matahari bervariasi sekitar 3 persen sepanjang tahun.
Observatorium Bosscha, dalam akun Instagram-nya, mengungkap Trend Populer Aphelion Akan segera terjadi pada Jumat (5/7) pukul 12.06 WIB.
Bumi, menurut observatorium, melewati titik terdekatnya terhadap Matahari (perihelion, ~0,98 AU) pada awal Januari dan Akan segera melewati titik terjauhnya (aphelion, ~ 1,02 AU) pada sekitar awal Juli.
Melansir Time and Date, pada saat Trend Populer Aphelion tahun ini, jarak dari pusat Matahari ke pusat Bumi Merupakan 152.099.968 km. Sementara, saat perihelion, Bumi berjarak 147.100.632 km dari Matahari.
Perbedaan jarak Bumi-Matahari pada perihelion dan aphelion Merupakan sekitar 5 juta km atau sekitar 3 persen jarak rata-rata Matahari-Bumi.
Pengaruh variasi musiman terhadap iklim Bumi akibat dua Trend Populer ini dapat diabaikan. Sebab, musim di Bumi ditentukan oleh kemiringan poros Bumi terhadap bidang orbit planet.
Observatorium Bosscha menambahkan efek aphelion dan perihelion hanya berdampak pada besar kecilnya Matahari yang tampak dari Bumi.
“Perbedaan jarak tersebut Akan segera membuat ukuran ketampakan Matahari sedikit mengecil/membesar, hanya sekitar 3 persen saja,” menurut keterangan lembaga ini.
“Dianjurkan diketahui, hal ini (aphelion dan periohelion) tidak Akan segera Menyajikan efek apapun yang signifikan pada suhu permukaan Bumi.”
Waspada hoaks
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) jauh-jauh hari membantah hoaks yang beredar di media sosial yang mengklaim cuaca dingin di Indonesia belakangan ini terjadi karena jarak Bumi dengan Matahari dalam titik terjauh.
“Kondisi cuaca dingin yang terjadi di wilayah Indonesia pada periode bulan Juli tidak terkait dengan Trend Populer Aphelion,” mengutip keterangan di situs BMKG.
“Saat Aphelion, posisi matahari memang berada pada titik jarak terjauh dari bumi. Kendati begitu, kondisi tersebut tidak berpengaruh banyak pada Trend Populer atmosfer atau cuaca di permukaan Bumi.”
Trend Populer suhu udara dingin, kata BMKG, sebetulnya merupakan Trend Populer alamiah yang umum terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau (Juli – September).
Pada periode ini, wilayah Pulau Jawa Sampai sekarang NTT berada pada musim kemarau. Periode ini ditandai pergerakan angin dari arah timur-tenggara yang berasal dari Benua Australia. Pada bulan Juli, wilayah Australia berada dalam periode musim dingin.
Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia Ke arah Indonesia alias Monsoon Dingin Australia.
Angin ini bertiup Ke arah wilayah Indonesia melewati perairan Samudra Indonesia yang memiliki suhu permukaan laut Bahkan relatif lebih dingin.
“Sehingga mengakibatkan suhu di beberapa wilayah di Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa (Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara) terasa Bahkan lebih dingin,” jelas BMKG.
Tak ketinggalan, ada pula pengaruh berkurangnya awan dan hujan di Pulau Jawa Sampai sekarang Nusa Tenggara terhadap suhu yang dingin di malam hari.
“Sebab, tidak adanya uap air dan air menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer.”
Langit yang cenderung bersih awannya (clear sky) Akan segera menyebabkan panas radiasi balik gelombang panjang ini langsung dilepas ke atmosfer luar. Hal ini membuat udara dekat permukaan terasa lebih dingin terutama pada malam Sampai sekarang pagi hari.
“Hal ini yang kemudian membuat udara terasa lebih dingin terutama pada malam hari,” jelas BMKG.
Trend Populer ini, kata BMKG, merupakan hal yang biasa terjadi tiap tahun dan dapat menyebabkan beberapa tempat seperti Dieng dan dataran tinggi lainnya berpotensi punya embun es (embun upas) yang dikira salju.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA