Jakarta, CNN Indonesia —
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap Sebanyaknya wilayah Indonesia, khususnya di bagian selatan, Sudah memasuki puncak musim kemarau. Berbeda dengan begitu, BMKG mewanti-wanti bahwa potensi untuk turun hujan masih ada.
BMKG, dalam Prospek Cuaca Mingguan Periode 23-29 Juli 2024, mengatakan sejak tiga hari terakhir cuaca cerah mendominasi hampir di seluruh pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sumatera Bagian selatan, Kalimantan bagian selatan, dan Sulawesi bagian selatan.
“Meski demikian, dalam sepekan ke depan terdapat peningkatan potensi hujan pada sore hari di beberapa wilayah seperti Kalimantan, Sulawesi, Jatim, Bali, Nusa Tenggara,” kata BMKG dalam keterangannya, Selasa (23/7).
BMKG menjelaskan potensi hujan di Sebanyaknya wilayah itu dipengaruhi oleh pelemahan monsun Australia, sehingga area massa udara kering dari selatan Indonesia bergeser Sampai sekarang ke selatan Pulau Jawa.
Terlebih lagi, faktor pemanasan skala lokal Bahkan berpengaruh dalam proses pengangkatan massa udara dari permukaan Bumi ke atmosfer.
Analisi dan pantauan BMKG mengungkap dalam sepekan terakhir curah hujan di wilayah Indonesia bagian selatan masih cukup minim sejak tanggal 16-22 Juli 2024. Hasil pantauan menunjukkan tidak ada hujan dengan intensitas lebat-sangat lebat (di atas 100 mm) selama periode tersebut.
Lantas, apa saja faktor yang membuat potensi hujan saat musim kemarau di Sebanyaknya daerah?
Pertama, dalam skala global, nilai Indian Ocean Dipole (IOD), Southern Oscillation Index (SOI), dan Nino 3.4 tidak signifikan terhadap peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia.
Kedua, Madden Julian Oscillation (MJO) berada pada fase netral tidak berkontribusi terhadap pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia.
Ketiga, aktivitas gelombang atmosfer Rossby Ekuatorial diprakirakan aktif di Sumatera bagian utara (Aceh Sampai sekarang Riau), Kalbar, Kaltim, Kaltara, Sulawesi, Sampai sekarang Papua sejak 25 Juli Sampai sekarang awal Agustus 2024.
Terlebih lagi, gelombang Kelvin diprakirakan aktif di sebagian besar Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Malut pada tanggal 23-24 Juli 2024. Kemudian, cenderung bergeser ke arah timur.
“Faktor-faktor ini Membantu potensi pertumbuhan awan hujan di wilayah-wilayah tersebut,” kata BMKG.
Keempat, kemunculan dua siklon tropis, Disebut juga Prapiroon yang terpantau di Daratan Hainan bergerak ke utara-barat laut (menjauhi Indonesia) dengan kekuatan 50 knots (95 km/jam). Terlebih lagi, Siklon Tropis Gaemi terpantau di Laut Filipina, bergerak ke timur laut (menjauhi Indonesia) dengan kekuatan 65 knots (120 km/jam).
Daerah tekanan rendah ini membentuk daerah pertemuan dan perlambatan kecepatan angin (konvergensi) memanjang dari Laut Filipina bagian barat, Laut Sulawesi Sampai sekarang perairan timur Filipina.
Daerah konvergensi lainnya terpantau di Selat Malaka, Laut Cina Selatan, Kalteng, Kaltim, Kaltara, Sulawesi Utarabagian barat, Laut Seram, Laut Arafuru, dan Samudera Pasifik sebelah utara Papua. Kondisi tersebut mampu Mengoptimalkan potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar daerah tekanan rendah dan di sepanjang daerah yang dilewati konvergensi.
“Secara umum, kombinasi Kejadian Istimewa-Kejadian Istimewa cuaca tersebut diprakirakan menimbulkan potensi cuaca signifikan dalam periode 23 – 29 Juli 2024, berupa potensi hujan Baru saja-lebat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang dan potensi angin kencang,” ujar lembaga.
Daftar daerah potensi hujan Baru saja-lebat yang disertai kilat dan angin kencang selama sepekan ke depan:
Kalteng, Kaltim, Kaltara, Sulteng, Sulbar, Sulsel, Sultra, Malut, Maluku, Papbar Daya, Papbar, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua, dan Papua Selatan.
Daftar daerah potensi terkena angin kencang selama sepekan ke depan:
Sulut, Gorontalo, Malut, Maluku, Papbar Daya, Papbar, dan Papua Selatan.
(tim/dmi)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA