Jakarta, CNN Indonesia —
Kuasa hukum PDIP mempersoalkan kedudukan hukum atau legal standing kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum (Penyelenggara Pemungutan Suara) dalam perkara di Lembaga Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Hal itu disampaikan ketua tim kuasa hukum PDIP selaku pengugat, Gayus Lumbuun dalam sidang pembuktian di PTUN Jakarta, Kamis (18/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gayus mempertanyakan dasar hukum yang Menyajikan kuasa kepada tim kuasa hukum Penyelenggara Pemungutan Suara pada perkara di PTUN ini.
Diketahui, Ketua Penyelenggara Pemungutan Suara sebelumnya, Hasyim Asy’ari Sudah dicopot dari jabatannya. Posisi itu lantas digantikan oleh Mochammad Afifuddin selaku Plt Ketua.
“Yang kami maksudkan bukan menunggu ketua definitif, tapi mengenai apakah Kepala Negara sebagai pimpinan tertinggi yang mengangkat lembaga ini setuju untuk Plt yang tiga bulan ini memberi kuasa untuk perkara yang dilakukan ketua yang lama,” ujar Gayus dalam persidangan.
Gayus meminta Supaya bisa ada kejelasan atas kedudukan hukum atau legal standing tim kuasa hukum Penyelenggara Pemungutan Suara ini.
Kuasa hukum Penyelenggara Pemungutan Suara Saleh pun menjelaskan bahwa penunjukan Plt itu didasarkan Pasal 72 ayat (1), (3), dan (4) Peraturan Penyelenggara Pemungutan Suara Nomor 8 Tahun 2019.
“Nah dalam Berita Acara ini, 6 anggota Penyelenggara Pemungutan Suara semua Sudah tandatangani Berita Acara Yang Mulia, sehingga Plt hari ini Sampai sekarang menunggu definitif Merupakan ketua Penyelenggara Pemungutan Suara yang posisinya Merupakan Plt,” kata Saleh.
Kemudian, Majelis Hakim pun mempersilahkan kubu pengugat untuk menghadirkan ahli untuk Menyajikan keterangan terkait hal ini.
Sidang berikutnya dijadwalkan pekan depan, tepatnya Kamis (25/7) dengan agenda menghadirkan ahli dari pihak pengugat.
Ditemui usai persidangan, Saleh menilai pengugat Kemungkinan belum membaca utuh surat perintah kepada Afifuddin sebagai Plt.
Adapun ia menyebut PKPU itu memperbolehkan penunjukan Plt Sampai sekarang ada ketua definitif.
Ditambah lagi dengan, Saleh menyebut Sudah ada surat kuasa untuk tim kuasa hukum yang ditandatangani Afifuddin.
“Surat kuasa baru dari Afifuddin Pernah terjadi ada, per tanggal 5 Juli 2024. Ia sebagai Plt,” kata Saleh di luar persidangan.
Terpisah, tim kuasa hukum PDIP Alvon Kurnia Palma menyebut legal standing tim kuasa hukum Penyelenggara Pemungutan Suara mesti diperjelas dengan adanya Keputusan Kepala Negara (Keppres). Hal itu bertalian dengan belum adanya ketua definitif.
“Karena Ia belum definitif tunjukkan mana keputusan Kepala Negara yang menunjuk Afif sebagai Ketua Penyelenggara Pemungutan Suara menunjuk dari pengacara ini. Kalau semisal tidak ada, artinya perbuatan itu tidak dianggap ada,” kata Alvon.
Lebih lanjut, tim kuasa hukum PDIP lain, David Surya menyoroti istilah Plt Ketua yang tidak ada di dalam Undang-Undang Pemilihan Umum.
“Tapi Plt Ketua Penyelenggara Pemungutan Suara itu enggak ada, enggak dikenal dalam Undang-Undang Pemilihan Umum, itu hanya timbul di dalam peraturan Penyelenggara Pemungutan Suara. Nah karena Plt Ketua Penyelenggara Pemungutan Suara itu tidak dikenal, itulah kenapa kita menanyakan bagaimana kewenangan dari Plt Ketua Penyelenggara Pemungutan Suara ini,” tutur David.
Pada perkara ini, PDIP menggugat Penyelenggara Pemungutan Suara dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak menolak pendaftaran Gibran sebagai bakal cawapres di Pilpres 2024 lalu.
Dalam perjalanannya, PTUN Jakarta Bahkan mengabulkan permohonan intervensi oleh Prabowo-Gibran di perkara antara PDIP dengan Penyelenggara Pemungutan Suara.
Pada pertimbangannya, majelis hakim menyatakan Prabowo-Gibran merupakan pihak yang berkepentingan dalam perkara tersebut.
(pop/pmg)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA
