Jakarta, CNN Indonesia —
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), ada atau tidak ada pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Hadi Tjahjanto, mestinya sejak awal menjadi garda depan dalam keamanan siber pemerintah.
Pada Senin (1/7), Hadi yang mengatakan BSSN “Akan segera terus Mengoptimalkan keamanan siber dengan Trik menyambungkan ke komando kendali BSSN yang ada di Ragunan,” usai serangan ransomware brain cipher ke Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2.
“Sebetulnya tanpa ditunjuk khusus oleh Menko Polhukam, salah satu kewenangan BSSN Merupakan menjadi koordinator keamanan siber pada sektor administrasi pemerintahan,” kata Pratama Persadha, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, dikutip dari Antara, Selasa (2/7).
Menurut Ia, yang Bahkan dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) ini, yang Sangat dianjurkan digali lebih dalam Merupakan aspek apa saja yang dipegang kendalinya oleh BSSN terkait dengan PDNS 2.
“Apakah hanya dalam proses melakukan audit dan digital forensik serta mengembalikan data yang terkunci? Sekalipun dalam hal ini BSSN tidak dilibatkan oleh Kominfo pada saat proses desain?” ujar Pratama.
“Atau sampai pada pengelolaan harian nanti setelah PDNS 2 bisa beroperasional kembali dengan data dan aplikasi baru?”
Ia menggarisbawahi pengelolaan harian mestinya tetap di Kementerian Komunikasi dan Informatika.
“Hal ini seharusnya tetap menjadi tugas dari Kominfo untuk mengelola PDNS beserta vendor yang dipilihnya,” lanjut Pratama.
Dalam Rapat Kerja di Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, pekan lalu, Kepala BSSN Hinsa Siburian mengatakan lembaganya sejak 2023 Pernah terjadi memprediksi ransomware Akan segera jadi salah satu jenis serangan siber di RI.
“Dan untuk mengantisipasi itu kita sampaikan ke semua lembaga untuk mengantisipasi-nya,” klaim Ia, Kamis (27/6).
Menurutnya, BSSN Bahkan Pernah terjadi memiliki Pusat Operasi Keamanan Siber di Ragunan, Jakarta Selatan, yang salah satunya digunakan buat mencegah serangan siber.
Hinsa mengakui fasilitas tersebut hanya mampu mengawasi sebesar 5 persen dari total keseluruhan data nasional.
“Karena bagaimanapun sensor ini bisa kita prioritaskan, misalnya, sensor kita amankan di lingkaran katakanlah istana, jadi kondisinya seperti itu,” aku Ia.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA